JOGJA
- Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta harus didorong menjadi perguruan
tinggi negeri (PTNM) nasional yang posisinya sejajar dengan perguruan tinggi
dunia. Namun, saat ini kecenderungan UGM malah menjadi PTN regional. Ini
lantaran Kampus Biru terlalu banyak menerima mahasiswa asal Pulau Jawa.
Hal
tersebut disampaikan Ketua Majelis Wali Amanat UGM Prof Dr Sofian Effendi dalam
pelantikan Prof Pratikno sebagai rektor UGM di Balai Senat UGM kemarin (28/5).
Hadir dalam pelantikan antara lain Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, Ketua
Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud M.D.,
Gubernur DIJ Sri Sultan HB X, Bupati Sleman Sri Purnomo, dan mantan Wali Kota
Jogja Herry Zudianto.
Prof
Sofian mengatakan, cita-cita pendiri bangsa agar perguruan di Indonesia bisa
sejajar dengan perguruan di dunia mengalami sejumlah hambatan. Salah satunya
adalah pemerintah yang hingga kini masih terus berupaya mengintervensi di
pengelolaan perguruan tinggi negeri.
”Cita-cita
ini sulit karena pemerinah begitu kuat mengintervensi dalam pengelolaan
perguruan tinggi,” katanya.
Tidak
hanya itu. Prof Sofian juga menilai UGM saat ini mengalami resentralisasi dalam
penerimaan mahasiswa baru yang hanya menetapkan calon mahasiswa atas dasar tes
akademik. Hal ini menyingkirkan kesempatan calon mahasiswa dari Indonesia Timur
untuk diterima di UGM.
Menurut
dia, hal ini tidak sesuai dengan cita-cita pendiri UGM agar menjadikan kampus
ini sebagai kawah candradimuka bagi pendidikan pemuda dari seluruh Indonesia. ”Dalam
beberapa tahun terakhir, hanya ada beberapa mahasiswa non-Jawa di tiap
fakultas. Kecenderungan ini akan menjadikan UGM sebagai PTN lokal atau Java
Centris. Ini tentu akan jadi masalah,” ujarnya.
Dia
meminta Prof Pratikno tetap mempertahankan UGM sebagai oase freedom of speech dan academic freedom. Menurutnya, pembatalan
diskusi Irshad Manji di Sekolah Pascasarjana UGM beberapa waktu lalu menyentak
seluruh warga UGM dan masyarakat.
”Kampus
harus mempertahankan dirinya sebagai benteng pertahanan kebebasan akademik.
Bukan malah mengalah pada kelompok tertentu yang mengancam mengganggu kampus
jika Irshad Manji berbicara di kampus,” tuturnya.
Tugas
lain yang disampirkan kepada Prof Pratikno adalah peningkatan jumlah riset yang
dibuat UGM. Dia meminta agar dekan Fisipol itu mampu mendirikan pusat
penelitian yang terbaik di dunia dalam bidang keunggulan Indonesia. Yakni, penelitian
tentang demokrasi pada masyarakat majemuk, desentralisasi pemerintahan dalam
negara kesatuan, reformasi birokrasi, dan penelitian bidang lainnya.
Dikonfirmasi
terpisah, Prof Pratikno menegaskan akan mengembalikan UGM sebagai kampus kerakyatan
dan kebangsaan. Hanya saja, harus diakui disparitas pendidikan menengah yang
cukup tinggi di antara daerah menjadi salah satu kendala. ”Salah satu solusi
yang bisa dilakukan adalah lewat kerja sama dengan Kemendikbud,” tuturnya.
Prof
Pratikno juga menjamin ke depan UGM akan mengembalikan kebebasan berpendapat
dan akademik. Dia tidak menampik banyak kritik yang mencuat berkaitan dengan
pembatalan diskusi Irshad Manji beberapa waktu lalu.
”Tentu
semua pihak memiliki keinginan agar kebebasan akademik dan mimbar dapat terjaga
dan punya toleransi asal tidak melanggar norma sosial, agama, dan Pancasila,
bukan dorongan dari masyarakat,” imbuhnya. (sit/amd)
No comments:
Post a Comment