HB X Beberkan Maksud Sabda Tama
JOGJA – Raja Kasultanan
Ngayogyakarta yang juga Gubernur DIJ, Sultan Hamengku Buwono X, mengungkap motif
di balik keluarnya sabda tama dua
hari lalu (10/5). Pernyataan sikap tersebut ternyata terkait dengan pembahasan
Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIJ pada 15 Mei mendatang.
Pemerintah pusat diminta tidak ngotot memaksakan pemilihan dalam pengisian
gubernur dan wakil gubernur.
”Saya hanya mengantisipasi tanggal
15 Mei, Panja (RUUK) akan bersidang untuk keempat kali,” tuturnya usai
mengantar rombangan Palang Merah Indonesia (PMI) ke depan Gedung Wilis kompleks
Kepatihan kemarin (11/5).
Sabda
tama disampaikan Sultan HB X dalam kapasitas sebagai raja di Bangsal
Kencono. Ketika itu ia mengenakan busana setelan pengageng takwa dan kain
parang rusak barong. Hadir dalam kesempatan itu permaisuri Gusti Kanjeng Ratu
(GKR) Hemas, putri dalem GKR Pembayun, GKR Condrokirono, dan GKR Maduretno.
Selain itu, KGPH Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, dan KGPAA Paku Alam IX.
Banyak yang menerka-nerka maksud
sang raja. Karena makna sabda tama
tidak disampaikan lugas, namun implisit. Juga, kepada siapa ditujukan. Bahkan,
adik HB X GBPH Prabukusumo tidak berani berkomentar untuk menginterpretasi.
”Maknanya saya gak berani
berkomentar. Saya benar-benar gak
tahu,” ujarnya ketika itu.
”Meskipun RUUK diistimewakan sampai
empat kali sidang dalam satu tahun, tapi kalau pemerintah tidak juga mengubah
sikap, maka tidak akan selesai juga,” lanjut Sultan HB X yang bernama kecil BRM
Herjuno Darpito.
Pembahasan RUUK memang cukup
istimewa. Biasanya satu RUU maksimal dibahas tiga kali persidangan, tapi untuk
RUUK hingga empat kali masa sidang. Karena itulah, HB X ingin pemerintah pusat
mau mengubah sikap yang selama ini ngotot
ingin pemilihan kepala daerah di DIJ.
Ia menegaskan sikapnya, gubernur
dan wakil gubernur DIJ bukan dipilih tetapi ditetapkan berdasarkan Sultan dan
Paku Alam yang bertakhta. Seperti termaktub pada bagian akhir sabda tama yakni kang mangkana iku kaya kang dikersaake, Sultan Hamengku Buwono sarta
Adipati Paku Alam kang jumeneng, katetepake jejering Gubernur lan Wakil Gubernur.
”Kami yang di Jogja punya sikap
seperti itu. Nanti (sikap pemerintah) berubah gak. Ya kita lihat saja nanti,” tandasnya.
Terkait desakan masyarakat yang
memintanya untuk tidak menerima perpanjangan jabatan gubernur jika RUUK deadlock, ia mengaku mau saja. ”Saya ya gak masalah. Tapi yang mau jadi pejabat
(gubernur) siapa? Lalu, kalau nanti diusulkan pemilihan piye?”katanya.
HB X pun menampik kesan sabda tama dibuat terburu-buru. Kata
dia, hal itu sudah disiapkan sejak lama. Juga, sudah berkoordinasi dengan Paku
Alam IX sejak tiga hari sebelumnya. Kemudian mencari momentum yang pas untuk menyampaikan.
”Saya cuma cari momentum menjelang
tanggal 15,” jelas raja yang menjabat sebagai gubernur DIJ sejak 1998 ini.
Ia kembali meluruskan bahwa sabda tama tidak ada hubungannya dengan
konflik internal Pakualaman yang sedang memanas. ”Nggak ada hubungannya dengan Mas Angling,” tandasnya.
Sedangkan GKR Hemas berpendapat, sabda tama merupakan penegasan Sri
Sultan Hamengku Buwono X tentang posisi Jogja di tengah pembahasan RUUK yang
berlarut-larut. Ia mengaku akan ada acara tersebut Kamis pagi (10/5).
Hemas menilai, munculnya pro kontra
tentang penetapan dan pemilihan merupakan dinamika masyarakat, warna-warni
demokrasi. Menurut dia, Sultan tidak memasalahkan hal itu. Masyarakat DIJ,
katanya, sudah bulat menginginkan penetapan.
Terpisah, anggota Tim Asistensi
RUUK DIJ Achiel Suyanto menilai, sabda tama
merupakan penegasan HB X bahwa DIJ mendukung Republik Indonesia tapi tetap
memiliki otoritas mengatur daerah sendiri. Selain itu merasa mangkel karena RUUK tak kunjung selesai,
khususnya dua hal krusial yakni mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil
gubernur serta masalah pertanahan.
”Saat ini yang masih terus menjadi perdebatan
adalah penetapan dan pemilihan. Itu terus,” katanya di Kepatihan kemarin.
Saat ini posisi fraksi yang
mendukung penetapan dan pemilihan adalah 7:2. Tidak ada opsi pengisian jabatan
seperti dulu banyak dibahas. Kemungkinan, akan muncul opsi baru pada sidang
keempat.
”Setelah 15 Mei, panja akan membuat
jadwal kegiatan. Di kegiatan itu kami akan terus coba masukkan pokok pikiran.
Apakah akan dibutuhkan dengar pendapat lagi atau lainnya, kami akan lihat,” tandasnya.
Sementara itu, Paguyuban Lurah dan Perangkat Desa se DIJ (Ismoyo)
segera melakukan koordinasi untuk merespon saba
tama. Koordinasi dilakukan antara pengurus, anggota Ismoyo, dan berbagai
pihak terkait. ”Kami akan segera ke Jakarta
untuk menanyakan nasib RUUK,” kata Ketua Ismoyo DIJ Bibit Rustamto.
Lurah Desa Bangunjiwo Kasihan ini
menjelaskan, pernyataan yang disampaikan Raja Keraton Jogjakarta menambah
semangat pejuang keistimewaan. Sultan menegaskan bahwa Mataram merupakan negeri
yang merdeka. Karena itu, seluruh warga Jogjakarta
harus mewujudkan keistimewaan dengan menetapkan Sultan sebagai gubernur DIJ dan
Paku Alam sebagai wakil gubernur DIJ.
”Ibarat gamelan, sabda tama seperti suwuk. Sekarang Sultan sudah menabuh gong,” tandas Bibit.
Selain Ismoyo, aksi serupa akan
dilakukan Paguyuban Dukuh (Pandu) Bantul. Ketua Pandu Sulistyo Admojo menilai, sabda tama sebagai tanda ada masalah
serius di Jogjakarta .
Pandu berkomitmen mendukung keistimewaan.
Sulis menambahkan, sabda tama dapat diartikan bentuk
kemarahan Sultan terhadap perkembangan terkini politik di Jogjakarta . ”Kami akan door to door ke masyarakat untuk menjelaskan materi sabda tama dan keistimewaan,” terang
Sulis. (mar/pra/hed/tya)
No comments:
Post a Comment