Friday, May 11, 2012

Pusat Jangan Paksakan Pemilihan

HB X Beberkan Maksud Sabda Tama
JOGJA – Raja Kasultanan Ngayogyakarta yang juga Gubernur DIJ, Sultan Hamengku Buwono X, mengungkap motif di balik keluarnya sabda tama dua hari lalu (10/5). Pernyataan sikap tersebut ternyata terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIJ pada 15 Mei mendatang. Pemerintah pusat diminta tidak ngotot memaksakan pemilihan dalam pengisian gubernur dan wakil gubernur.
”Saya hanya mengantisipasi tanggal 15 Mei, Panja (RUUK) akan bersidang untuk keempat kali,” tuturnya usai mengantar rombangan Palang Merah Indonesia (PMI) ke depan Gedung Wilis kompleks Kepatihan kemarin (11/5).
Sabda tama disampaikan Sultan HB X dalam kapasitas sebagai raja di Bangsal Kencono. Ketika itu ia mengenakan busana setelan pengageng takwa dan kain parang rusak barong. Hadir dalam kesempatan itu permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, putri dalem GKR Pembayun, GKR Condrokirono, dan GKR Maduretno. Selain itu, KGPH Hadiwinoto, GBPH Prabukusumo, dan KGPAA Paku Alam IX.
Banyak yang menerka-nerka maksud sang raja. Karena makna sabda tama tidak disampaikan lugas, namun implisit. Juga, kepada siapa ditujukan. Bahkan, adik HB X GBPH Prabukusumo tidak berani berkomentar untuk menginterpretasi. ”Maknanya saya gak berani berkomentar. Saya benar-benar gak tahu,” ujarnya ketika itu.
”Meskipun RUUK diistimewakan sampai empat kali sidang dalam satu tahun, tapi kalau pemerintah tidak juga mengubah sikap, maka tidak akan selesai juga,” lanjut Sultan HB X yang bernama kecil BRM Herjuno Darpito.
Pembahasan RUUK memang cukup istimewa. Biasanya satu RUU maksimal dibahas tiga kali persidangan, tapi untuk RUUK hingga empat kali masa sidang. Karena itulah, HB X ingin pemerintah pusat mau mengubah sikap yang selama ini ngotot ingin pemilihan kepala daerah di DIJ.
Ia menegaskan sikapnya, gubernur dan wakil gubernur DIJ bukan dipilih tetapi ditetapkan berdasarkan Sultan dan Paku Alam yang bertakhta. Seperti termaktub pada bagian akhir sabda tama yakni kang mangkana iku kaya kang dikersaake, Sultan Hamengku Buwono sarta Adipati Paku Alam kang jumeneng, katetepake jejering Gubernur lan Wakil Gubernur.
”Kami yang di Jogja punya sikap seperti itu. Nanti (sikap pemerintah) berubah gak. Ya kita lihat saja nanti,” tandasnya.
Terkait desakan masyarakat yang memintanya untuk tidak menerima perpanjangan jabatan gubernur jika RUUK deadlock, ia mengaku mau saja. ”Saya ya gak masalah. Tapi yang mau jadi pejabat (gubernur) siapa? Lalu, kalau nanti diusulkan pemilihan piye?”katanya.
HB X pun menampik kesan sabda tama dibuat terburu-buru. Kata dia, hal itu sudah disiapkan sejak lama. Juga, sudah berkoordinasi dengan Paku Alam IX sejak tiga hari sebelumnya. Kemudian mencari momentum yang pas untuk menyampaikan.
”Saya cuma cari momentum menjelang tanggal 15,” jelas raja yang menjabat sebagai gubernur DIJ sejak 1998 ini.
Ia kembali meluruskan bahwa sabda tama tidak ada hubungannya dengan konflik internal Pakualaman yang sedang memanas. ”Nggak ada hubungannya dengan Mas Angling,” tandasnya.
Sedangkan GKR Hemas berpendapat, sabda tama merupakan penegasan Sri Sultan Hamengku Buwono X tentang posisi Jogja di tengah pembahasan RUUK yang berlarut-larut. Ia mengaku akan ada acara tersebut Kamis pagi (10/5).
Hemas menilai, munculnya pro kontra tentang penetapan dan pemilihan merupakan dinamika masyarakat, warna-warni demokrasi. Menurut dia, Sultan tidak memasalahkan hal itu. Masyarakat DIJ, katanya, sudah bulat menginginkan penetapan.
Terpisah, anggota Tim Asistensi RUUK DIJ Achiel Suyanto menilai, sabda tama merupakan penegasan HB X bahwa DIJ mendukung Republik Indonesia tapi tetap memiliki otoritas mengatur daerah sendiri. Selain itu merasa mangkel karena RUUK tak kunjung selesai, khususnya dua hal krusial yakni mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur serta masalah pertanahan.
”Saat ini yang masih terus menjadi perdebatan adalah penetapan dan pemilihan. Itu terus,” katanya di Kepatihan kemarin.
Saat ini posisi fraksi yang mendukung penetapan dan pemilihan adalah 7:2. Tidak ada opsi pengisian jabatan seperti dulu banyak dibahas. Kemungkinan, akan muncul opsi baru pada sidang keempat.
”Setelah 15 Mei, panja akan membuat jadwal kegiatan. Di kegiatan itu kami akan terus coba masukkan pokok pikiran. Apakah akan dibutuhkan dengar pendapat lagi atau lainnya, kami akan lihat,” tandasnya.
Sementara itu, Paguyuban Lurah dan Perangkat Desa se DIJ (Ismoyo) segera melakukan koordinasi untuk merespon saba tama. Koordinasi dilakukan antara pengurus, anggota Ismoyo, dan berbagai pihak terkait. ”Kami akan segera ke Jakarta untuk menanyakan nasib RUUK,” kata Ketua Ismoyo DIJ Bibit Rustamto.
Lurah Desa Bangunjiwo Kasihan ini menjelaskan, pernyataan yang disampaikan Raja Keraton Jogjakarta menambah semangat pejuang keistimewaan. Sultan menegaskan bahwa Mataram merupakan negeri yang merdeka. Karena itu, seluruh warga Jogjakarta harus mewujudkan keistimewaan dengan menetapkan Sultan sebagai gubernur DIJ dan Paku Alam sebagai wakil gubernur DIJ.
”Ibarat gamelan, sabda tama seperti suwuk. Sekarang Sultan sudah menabuh gong,” tandas Bibit.
Selain Ismoyo, aksi serupa akan dilakukan Paguyuban Dukuh (Pandu) Bantul. Ketua Pandu Sulistyo Admojo menilai, sabda tama sebagai tanda ada masalah serius di Jogjakarta. Pandu berkomitmen mendukung keistimewaan.
Sulis menambahkan, sabda tama dapat diartikan bentuk kemarahan Sultan terhadap perkembangan terkini politik di Jogjakarta. ”Kami akan door to door ke masyarakat untuk menjelaskan materi sabda tama dan keistimewaan,” terang Sulis. (mar/pra/hed/tya)

No comments: