Friday, May 11, 2012

Puluhan Tahun Lahan Sutet Belum Beres

SLEMAN - Puluhan warga Dusun Terung Krandon Ngemplak Sleman yang tergabung dalam Paguyuban Korban Sutet Terung (PSKT) mengeluhkan keberadaan tower serta bentangan kabel Saluran Udara Tegangan Tinggi (Sutet) dalam acara audiensi di Dusun setempat, kemarin. Sebab, sejak 1998, pendirian tower milik PLN diatas lahan mereka masih belum sepenuhnya mendapatkan restu warga.
Alasannya, selama ini perusahaan milik BUMN itu masih belum memenuhi permintaan warga terkait harga kompensasi tanah. Selain itu, keberadaan Sutet juga dinilai menimbulkan sejumlah dampak negatif bagi warga setempat. Misalnya, nilai jual harga tanah merosot drastis.
“Normalnya permeter persegi harga tanah disini Rp 500 ribu. Kalau sekarang dijadikan agunan saja gak bisa,” keluh Ketua PSKT, Slamet Widodo.
Slamet menambahkan, disaat musim penghujan kekhawatiran warga semakin meninggi. Terlebih, dengan adanya petir yang kerap menyambar di sekitar Sutet.
“Baik sinyal televisi atau sinyal lainnya juga terganggu,” imbuhnya.
Selama ini, warga telah menempuh sejumlah langkah untuk mendapatkan hak-hak mereka. Berulang kali warga telah mengadu ke berbagai instansi, termasuk ke pimpinan PLN regional Jawa tengah dan DIJ. Hanya saja, langkah itu masih belum membuahkan hasil. Sebab, pihak PLN hanya bersedia memberi penawaran Rp 103 ribu permeter persegi.
“Tahun 2010 dan 2011 kita pernah ke Kantor PLN semarang, tapi mereka hanya bisa berjanji, tapi realisasinya mana?” tanyanya.
Permintaan warga, Slamet melanjutkan, PLN bersedia memberi kompensasi harga tanah permeter persegi dengan nilai Rp 400 ribu. Menurut dia, setidaknya terdapat 23 Kepala Keluarga (KK) yang merasa dirugikan oleh PLN.
“Kalau luas tanahnya semua sekitar satu hektar,” lanjutnya.
Sementara itu, anggota komisi VII DPR RI, Totok Daryanto mengatakan, pihaknya akan turut membantu warga dengan menyuarakan keluhan warga ke jajaran direksi PLN di Jakarta.
“Dua minggu atau satu bulan ke depan, saya akan memberitahu warga terkait hasilnya (koordinasi dengan PLN) nanti,” tuturnya.
Hanya saja, untuk menghindari proses negosiasi yang berlarut-arut, Totok juga meminta warga agar membuat penawaran sewajarnya.
“Harus ada itung-itungannya. Sebab, kalau tuntutannya berlebihan nanti malah akan berlarut-larut jadinya,” pintanya.
Salah satu kuasa hukum warga, Sri Hadi Fahrudin menandaskan pihaknya akan terus mendesak PLN agar bersedia membayar uang kompensasi sebesar Rp 400 ribu.
“Rasionalnya harga kompensasinya adalah Rp 400 ribu itu,” ujar pengacara yang tergabung dalam SAFE Law Firm itu.(kia/ali)

No comments: