SLEMAN - Puluhan warga Dusun
Terung Krandon Ngemplak Sleman yang tergabung dalam Paguyuban Korban Sutet
Terung (PSKT) mengeluhkan keberadaan tower serta bentangan kabel Saluran Udara
Tegangan Tinggi (Sutet) dalam acara audiensi di Dusun setempat, kemarin. Sebab,
sejak 1998, pendirian tower milik PLN diatas lahan mereka masih belum
sepenuhnya mendapatkan restu warga.
Alasannya, selama ini perusahaan
milik BUMN itu masih belum memenuhi permintaan warga terkait harga kompensasi
tanah. Selain itu, keberadaan Sutet juga dinilai menimbulkan sejumlah dampak
negatif bagi warga setempat. Misalnya, nilai jual harga tanah merosot drastis.
“Normalnya permeter persegi harga
tanah disini Rp 500 ribu. Kalau sekarang dijadikan agunan saja gak bisa,” keluh
Ketua PSKT, Slamet Widodo.
Slamet menambahkan, disaat musim
penghujan kekhawatiran warga semakin meninggi. Terlebih, dengan adanya petir
yang kerap menyambar di sekitar Sutet.
“Baik sinyal televisi atau sinyal
lainnya juga terganggu,” imbuhnya.
Selama ini, warga telah menempuh
sejumlah langkah untuk mendapatkan hak-hak mereka. Berulang kali warga telah
mengadu ke berbagai instansi, termasuk ke pimpinan PLN regional Jawa tengah dan
DIJ. Hanya saja, langkah itu masih belum membuahkan hasil. Sebab, pihak PLN
hanya bersedia memberi penawaran Rp 103 ribu permeter persegi.
“Tahun 2010 dan 2011 kita pernah ke
Kantor PLN semarang, tapi mereka hanya bisa berjanji, tapi realisasinya mana?”
tanyanya.
Permintaan warga, Slamet
melanjutkan, PLN bersedia memberi kompensasi harga tanah permeter persegi dengan
nilai Rp 400 ribu. Menurut dia, setidaknya terdapat 23 Kepala Keluarga (KK)
yang merasa dirugikan oleh PLN.
“Kalau luas tanahnya semua sekitar
satu hektar,” lanjutnya.
Sementara itu, anggota komisi VII
DPR RI, Totok Daryanto mengatakan, pihaknya akan turut membantu warga dengan
menyuarakan keluhan warga ke jajaran direksi PLN di Jakarta.
“Dua minggu atau satu bulan ke
depan, saya akan memberitahu warga terkait hasilnya (koordinasi dengan PLN)
nanti,” tuturnya.
Hanya saja, untuk menghindari
proses negosiasi yang berlarut-arut, Totok juga meminta warga agar membuat
penawaran sewajarnya.
“Harus ada itung-itungannya. Sebab,
kalau tuntutannya berlebihan nanti malah akan berlarut-larut jadinya,”
pintanya.
Salah satu kuasa hukum warga, Sri
Hadi Fahrudin menandaskan pihaknya akan terus mendesak PLN agar bersedia
membayar uang kompensasi sebesar Rp 400 ribu.
“Rasionalnya harga kompensasinya
adalah Rp 400 ribu itu,” ujar pengacara yang tergabung dalam SAFE Law Firm
itu.(kia/ali)
No comments:
Post a Comment