Friday, May 11, 2012

Pabrik Penggilingan Batu Gugat Pemkot

JOGJA – Persoalan hukum kembali menimpa Pemkot Jogja. Belum selesai persoalan alih kelola Terminal Giwangan, yang saat ini dalam proses banding, pemkot harus menghadapi gugatan CV Sari Jaya. Perusahaan penggilingan batu tersebut menggugat pemkot untuk membayar kerugian Rp13,1 miliar.
Padahal, dari pemeriksaan Dinas Perizinan (Dinzin) Kota Jogja, perusahaan yang bertempat di Patangpuluhan, Wirobrajan, itu tak mengantongi persetujuan warga sekitar. Tapi, mereka menang dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang membatalkan penutupan Pemkot Jogja terhadap usaha tersebut.
”Kami tidak memproses pengajuan izin karena ada syarat yang tidak terpenuhi,” tandas Kepala Bidang pelayanan Dinzin Kota Jogja Golkari Made Yulianto kemarin (11/5).
Dia mengungkapkan, pabrik tersebut harus mengantongi HO jika ingin mendapatkan legalitas. Sebab, izin sebelumnya untuk pabrik pembuatan bihun. Bukan penggilingan batu yang sempat beroperasi sebelum pemkot menutup paksa.
”Kalau ada penutupan paksa, itu wajar terjadi, karena mereka tidak memiliki izin,” tandasnya.
Kuasa hukum CV Sari jaya Iwan Setiawan menuturkan, penutupan usaha pada 24 Februari 2011 telah mendapatkan pembatalan dari PTUN Jogjakarta. Putusan tersebut kemudian dikuatkan dengan keputusan yang sama dari PTUN Surabaya.
Atas keputusan itulah, CV Sari Jaya mengajutan gugatan ganti rugi ke PN Kota Jogja. Mereka menuntut ganti rugi atas penutupan paksa yang dilakukan Pemkot sebesar Rp13,1 miliar.
”Dengan rincian untuk pembayaran gaji 30 karyawan selama satu tahun, membayar PBB, listrik, dan kehilangan keuntungan,” sambung Iwan.
Menanggapi gugatan tersebut, Kepala Bagian Hukum Pemkot Basuki Hari Saksono mengatakan, kekalahan pemerintah di PTUN, disebabkan format surat penutupan. Dalam surat tersebut mencantumkan nama wali kota dan wakil wali kota.
”Materi penutupan sama sekali tidak dipersoalkan oleh hakim. Yang dipermasalahkan justru format surat perintah penutupan yang mencantumkan nama wali kota dan wakil wali kota,” jelas Basuki.
Menurut hakim, pencantuman nama wali kota dan wakil wali kota dalam surat perintah penutupan seharusnya tak ada. Karena gugatan bukan mengatasnamakan seseorang. ”Kami mencantumkannya, karena menyesuaikan pedoman tata naskah dinas dari Kementerian Dalam Negeri,” lanjutnya.
Atas tuntutan ganti rugi tersebut, Basuki mengaku pemerintah siap menghadapi. Apalagi, sebelum mengajukan gugatan ke PTUN, CV Sari Jaya pernah mengajukan perdata ke PN Jogja. ”Mereka sudah pernah, tapi ditolak oleh majelis,” katanya.
Dia mengatakan, pemkot akan memperbaiki surat penutupan dan mengulangi proses penutupan dari awal karena perusahaan tersebut tidak memiliki izin HO.Tapi, apabila perusahaan tersebut telah mampu memperoleh izin HO, maka pemerintah akan mencabut surat perintah penutupannya.
”Sampai sekarang, kami juga belum menerima salinan surat gugatan yang dilayangkan ke PN Kota Jogja,” paparnya. (eri/tya)

No comments: