JOGJA – Persoalan hukum kembali
menimpa Pemkot Jogja. Belum selesai persoalan alih kelola Terminal Giwangan,
yang saat ini dalam proses banding, pemkot harus menghadapi gugatan CV Sari
Jaya. Perusahaan penggilingan batu tersebut menggugat pemkot untuk membayar kerugian
Rp13,1 miliar.
Padahal, dari pemeriksaan Dinas
Perizinan (Dinzin) Kota Jogja, perusahaan yang bertempat di Patangpuluhan,
Wirobrajan, itu tak mengantongi persetujuan warga sekitar. Tapi, mereka menang
dalam gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya yang membatalkan
penutupan Pemkot Jogja terhadap usaha tersebut.
”Kami tidak memproses pengajuan
izin karena ada syarat yang tidak terpenuhi,” tandas Kepala Bidang pelayanan
Dinzin Kota Jogja Golkari Made Yulianto kemarin (11/5).
Dia mengungkapkan, pabrik tersebut
harus mengantongi HO jika ingin mendapatkan legalitas. Sebab, izin sebelumnya
untuk pabrik pembuatan bihun. Bukan penggilingan batu yang sempat beroperasi
sebelum pemkot menutup paksa.
”Kalau ada penutupan paksa, itu
wajar terjadi, karena mereka tidak memiliki izin,” tandasnya.
Kuasa hukum CV Sari jaya Iwan
Setiawan menuturkan, penutupan usaha pada 24 Februari 2011 telah mendapatkan
pembatalan dari PTUN Jogjakarta. Putusan tersebut kemudian dikuatkan dengan
keputusan yang sama dari PTUN Surabaya.
Atas keputusan itulah, CV Sari Jaya
mengajutan gugatan ganti rugi ke PN Kota Jogja. Mereka menuntut ganti rugi atas
penutupan paksa yang dilakukan Pemkot sebesar Rp13,1 miliar.
”Dengan rincian untuk pembayaran
gaji 30 karyawan selama satu tahun, membayar PBB, listrik, dan kehilangan
keuntungan,” sambung Iwan.
Menanggapi gugatan tersebut, Kepala
Bagian Hukum Pemkot Basuki Hari Saksono mengatakan, kekalahan pemerintah di
PTUN, disebabkan format surat penutupan. Dalam surat tersebut mencantumkan nama
wali kota dan wakil wali kota.
”Materi penutupan sama sekali tidak
dipersoalkan oleh hakim. Yang dipermasalahkan justru format surat perintah
penutupan yang mencantumkan nama wali kota dan wakil wali kota,” jelas Basuki.
Menurut hakim, pencantuman nama
wali kota dan wakil wali kota dalam surat perintah penutupan seharusnya tak
ada. Karena gugatan bukan mengatasnamakan seseorang. ”Kami mencantumkannya,
karena menyesuaikan pedoman tata naskah dinas dari Kementerian Dalam Negeri,” lanjutnya.
Atas tuntutan ganti rugi tersebut,
Basuki mengaku pemerintah siap menghadapi. Apalagi, sebelum mengajukan gugatan
ke PTUN, CV Sari Jaya pernah mengajukan perdata ke PN Jogja. ”Mereka sudah
pernah, tapi ditolak oleh majelis,” katanya.
Dia mengatakan, pemkot akan memperbaiki
surat penutupan dan mengulangi proses penutupan dari awal karena perusahaan tersebut
tidak memiliki izin HO.Tapi, apabila perusahaan tersebut telah mampu memperoleh
izin HO, maka pemerintah akan mencabut surat perintah penutupannya.
”Sampai sekarang, kami juga belum menerima salinan surat
gugatan yang dilayangkan ke PN Kota Jogja,” paparnya. (eri/tya)
No comments:
Post a Comment