Justru Didatangkan dari Luar Negeri
JOGJA - Jumlah donor mata di Indonesia terutama
DI Jogjakarta masih kalah dengan Jakarta dan Bandung. Hingga Mei 2012, jumlah
pendonor yang tersedia baru tiga orang saja. Jumlah ini menurun bila
dibandingkan tahun lalu yang mencapai 60 pendonor.
Ketua Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia
(Perdami) DIJ, Prof. Suhardjo mengatakan rendahnya pendonor mata di Indonesia,
terutama di Jogja karena minimnya kesadaran untuk mendonor. "Tiga orang
itu pun berasal dari Amerika, bukan dari dalam negeri," katanya pada
wartawan, di Fakultas Kedokteran UGM, Jumat (11/5).
Akibatnya, ketika ada recipient yang membutuhkan terpaksa mengeluarkan cost service yang tidak sedikit. Dia
mencontohkan untuk cost service
kornea dari luar negeri ke Indonesia, membutuhkan biaya Rp 15 juta. Sedangkan
untuk kegiatan operasi dan bahannya bisa menghabiskan hingga Rp 10 juta belum
termasuk biaya dokternya, yang biasanya digratiskan oleh Perdami DIJ.
"Kalau ada orang Indonesia yang mau jadi pendonor mata tentu tidak perlu
ada cost service," ujarnya.
Hal ini berbeda jauh dengan kondisi yang ada di
Filipina dan Singapura yang banyak warganya mau mendonorkan matanya. Suhardjo
yang juga guru besar FK UGM itu mengatakan cost
service untuk satu kornea mata dari Singapura dipatok USD 1.000, sedangkan
untuk Filipina dipatok USD 1.500. "Pendonor dari Filipina yang paling
cocok dengan pasien kita karena ada kesamaan ras," jelasnya.
Ketua Jogja Eye Help Ana Haryadi mengatakan dengan
cost service yang sangat tinggi namun
kesadaran masyarakat belum terlalu tinggi membuat ada gerakan yang menjembatani
keduanya. "Organisasi ini didirikan untuk filling the gap, membantu sosialisasi maupun promosi kegiatan
mendonorkan mata," katanya.
Salah satu kegiatannya adalah menggelar malam
amal untuk membantu para pasien yang membutuhkan cangkok mata yang berhasil
mengumpulkan dana Rp 460 juta. Sebagai langkah awal, organisasi ini menyerahkan
bantuan cost service kepada Nawang
Ayu Jatiningtyas, pelajar SMAN 7 yang kedua korneanya rusak akibat virus herpes.
Bantuan yang diserahkan Rp 15 juta. "Bantuan kami berikan bertahap,"
tutur Ana.
Ditemui di tempat sama, Nawang mengatakan
penyakitnya berawal dari mata merah yang akhirnya menimbulkan luka di kornea.
Dia mendapat informasi, gangguan ini disebabkan virus herpes dan menyebabkan
pandangan kabur, tidak utuh dan silinder berat. "Yang sebelah kiri sudah
sulit sekali untuk melihat. Untung pas ujian nasional kemarin, mata kanan masih
90 persen bisa digunakan," ujar gadis kelahiran Jogja 25 November 1994
itu.
Dia mengaku sudah siap untuk melakukan operasi
pencangkokan kornea mata yang berasal dari Filipina. Nawang berharap setelah
dia sembuh, bisa mendaftar kuliah di FT Jurusan Teknik Kimia UGM. "Saya sudah
mendaftar di SNMPTN," tutur Nawang.
Orang tua Nawang, Joko Gunadi, berterima kasih
atas bantuan yang diberikan Jogja Eye Help. Diharapkan dalam operasi yang
dilaksanakan Senin (14/5) pekan depan bisa mengembalikan mata anaknya menjadi
normal. "Ini adalah anugerah yang tidak terhingga karena anak kami masih
berharap bisa melanjutkan studi," ujarnya terbata. (sit/iwa)
No comments:
Post a Comment