SLEMAN- Sikap tegas warga Senden, Selomartani, Kalasan patut
ditiru. Mereka menutup paksa lokasi tambang di kawasan Sungai Opak. Tindakan
itu terpaksa dilakukan bukan karena lahan tambang menipis.
Namun, para penambang tetap nekat
menggerus bantaran dan tanggul buatan di tepi sungai. Jika penambangan
dibiarkan, bisa jadi pemukiman penduduk kebanjiran material lahar dingin bila
terjadi hujan deras di puncak Gunung Merapi.
Aksi protes warga diawali dengan menyita
peralatan tambang manual berupa sekop, dan serok. Warga juga menghentikan truk
pengangkut pasir yang melintas di Selomartani. Musman,61, salah seorang warga
Senden I mengatakan telah mengingatkan para penambang manual dan pengangkut
truk pasir agar tak lagi menambang di kawasan perbatasan Selomartani dan
Tamanmartani.
Terutama di sawah warga. Tapi imbauan
warga tak diindahkan. Tak adanya pemasukan kas bagi warga Senden makin memicu
warga menyegel lokasi tambang. Selama ini lokasi tersebut dikelola oleh warga
Dusun Dalem, Tamanmartani, Kalasan.
“Para penambang itu dari luar daerah, bukan
warga kami,” ungkapn Musman disela aksi Sabtu (5/5).
Menurut Musman, awalnya ada perjanjian
antara penambang dan pemilik sawah. Tiap satu rit pasir dihartai Rp 10 ribu.
Namun perjanjian itu hanya bualan. Padahal setiap hari rata-rata ada 15-25 truk
yang beroperasi di satu titik lokasi tersebut.
“Ternyata ada yang membayar Rp10 ribu untuk
sehari. Bahkan ada yang tak bayar sama sekali,” sesalnya.
Semakin siang, jumlah warga Senden yang
memblokir area tambang bertambah banyak. Jumlahnya lebih 30 orang. Kondisi itu
agaknya membuat para penambang dan sopir truk keder. Mereka pun memilih balik
kanan menjauhi area tambang karena khawatir terjadi
bentrok.
Salah seorang penambang, Dodo,
mengatakan setiap kali mengangkut pasir
selalu menyetor Rp 20 ribu per satu rit. Uang disetor kepada pengelola. Menurut
dia, merujuk keterangan pengelola tambang, uang setoran sebagai biaya
administrasi dan biaya kerusakan jalan yang dilewati truk pengangkut pasir.
“Kata pengelola begitu. Pengelola dari
desa setempat,” beber pria 55 tahun itu.
Kades Tamanmartani Tarto
menegaskan penambangan pasir di bantaran
Sungai Opak tak berizin. Baik dari penambang maupun pihak yang mengklaim
sebagai pengelola.
“Tak ada izin ke desa.
Kalau soal uang setoran saya tak tahu-menahu,” tandasnya.
Kepala Dusun Senden II Junaidi mengatakan area tambang yang
dikelola oleh warga Senden I dan II berada di tengah aliran sungai. Penambang
hanya boleh mengeruk pasir dan batu di area yang ditentukan. Namun setelah
volume material menipis, para penambang nekat mengeruk area sawah di sepanjang
bantaran Sungai Opak.
“Itu berakibat lebar Sungai Opak makin
membentang. Dari semula 40 meter jadi sekitar 100 meter,” ucap Junaidi. (yog)
No comments:
Post a Comment