Monday, May 07, 2012

SLEMAN: Warga Tutup Paksa Penambangan Pasir; Gerus Sawah Warga, Kades Sebut Ilegal

SLEMAN- Sikap tegas warga Senden, Selomartani, Kalasan patut ditiru. Mereka menutup paksa lokasi tambang di kawasan Sungai Opak. Tindakan itu terpaksa dilakukan bukan karena lahan tambang menipis.
Namun, para penambang tetap nekat menggerus bantaran dan tanggul buatan di tepi sungai. Jika penambangan dibiarkan, bisa jadi pemukiman penduduk kebanjiran material lahar dingin bila terjadi hujan deras di puncak Gunung Merapi.
Aksi protes warga diawali dengan menyita peralatan tambang manual berupa sekop, dan serok. Warga juga menghentikan truk pengangkut pasir yang melintas di Selomartani. Musman,61, salah seorang warga Senden I mengatakan telah mengingatkan para penambang manual dan pengangkut truk pasir agar tak lagi menambang di kawasan perbatasan Selomartani dan Tamanmartani.
Terutama di sawah warga. Tapi imbauan warga tak diindahkan. Tak adanya pemasukan kas bagi warga Senden makin memicu warga menyegel lokasi tambang. Selama ini lokasi tersebut dikelola oleh warga Dusun Dalem, Tamanmartani, Kalasan.
 “Para penambang itu dari luar daerah, bukan warga kami,” ungkapn Musman disela aksi Sabtu (5/5).
Menurut Musman, awalnya ada perjanjian antara penambang dan pemilik sawah. Tiap satu rit pasir dihartai Rp 10 ribu. Namun perjanjian itu hanya bualan. Padahal setiap hari rata-rata ada 15-25 truk yang beroperasi di satu titik lokasi tersebut.
 “Ternyata ada yang membayar Rp10 ribu untuk sehari. Bahkan ada yang tak bayar sama sekali,” sesalnya.
 Semakin siang, jumlah warga Senden yang memblokir area tambang bertambah banyak. Jumlahnya lebih 30 orang. Kondisi itu agaknya membuat para penambang dan sopir truk keder. Mereka pun memilih balik kanan menjauhi area tambang karena khawatir terjadi
bentrok.
Salah seorang penambang, Dodo, mengatakan  setiap kali mengangkut pasir selalu menyetor Rp 20 ribu per satu rit. Uang disetor kepada pengelola. Menurut dia, merujuk keterangan pengelola tambang, uang setoran sebagai biaya administrasi dan biaya kerusakan jalan yang dilewati truk pengangkut pasir.
“Kata pengelola begitu. Pengelola dari desa setempat,” beber pria 55 tahun itu.
 Kades Tamanmartani Tarto menegaskan  penambangan pasir di bantaran Sungai Opak tak berizin. Baik dari penambang maupun pihak yang mengklaim sebagai pengelola.
 “Tak ada izin ke desa. Kalau soal uang setoran saya tak tahu-menahu,” tandasnya.
Kepala Dusun Senden II Junaidi mengatakan area tambang yang dikelola oleh warga Senden I dan II berada di tengah aliran sungai. Penambang hanya boleh mengeruk pasir dan batu di area yang ditentukan. Namun setelah volume material menipis, para penambang nekat mengeruk area sawah di sepanjang bantaran Sungai Opak.
“Itu berakibat lebar Sungai Opak makin membentang. Dari semula 40 meter jadi sekitar 100 meter,” ucap Junaidi.  (yog)






No comments: